Jangan Lupa, AS ‘Otak’ Dibalik Penyadapan Australia
Sejak penyadapan yang dilakukan Australia terbongkar, pemerintah Indonesia baru bersikap tegas ke Australia. Padahal, peran Amerika Serikat juga sangat besar.
Pemerintah Indonesia merespon dengan dipulangkannya Dubes Indonesia di Canberra. Belum cukup, pemerintah juga menghentikan berbagai kerja sama dengan pemerintahan Perdana Menteri Tony Abbot tersebut.
Sampai batas yang tidak ditentukan, Indoensia tidak akan latihan perang dengan Australia. Indonesia juga tidak akan berkoordinasi menanggulangi people smuggling atau pencari suaka. Tidak ada lagi pertukaran informasi dan intelijen antara kedua negara.
Lalu, bagaimana dengan sikap pemerintah Indonesia terhadap Amerika Serikat? Kenapa Presiden SBY seharusnya bersikap juga terhadap negeri pimpinan Presiden Barrack Obama itu?
Dalam kenyataannya, ada peran negara Adikuasa Amerika Serikat. Tetapi, sejauh ini publik dan pemerintah Indonesia masih memfokuskan bahwa kesalahan ada pada Australia saja.
"Sering ditemukan data, yang berkuasa sering menyadap lawan-lawannya," kata mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Menengok ke belakang, penyadapan bukan hal yang baru dilakukan oleh Australia terhadap Indonesia. Bahkan, sudah terjadi sejak 1956.
Begitu yang dikatakan oleh Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq. Komisi I membidangi Luar Negeri, Pertanahan Keamanan, Kominfo.
Mahfudz dalam diskusi bertajuk 'Penyadapan dan Diplomasi Kita' di Rumah perhimpunan Pergerakan Indonesia (PI) di Jl Teluk Langsa, Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (22/11/2013), Mahfudz menjelaskan peran Amerika Serikat.
Memang, sejak pemerintah Indonesia memastikan Australia menyadap Presiden SBY, Ibu Negara Ani Yudhoyono, Wapres Boediono dan pejabat tinggi lainnya, pusat protes ditujukan ke Australia.
Data yang dibocorkan oleh Snowden sebenarnya adalah data NSA (National Security Agency) atau badan keamanan nasional Amerika. Amerika Serikat, mengambil keuntungan dari penyadapan yang dilakukan melalui kedutaan besar Australia di beberapa negara termasuk di Indonesia.
Mahfudz menjelaskan, dalam penyadapan yang dilakukan oleh Australia ini, tidak tunggal. Tetapi, ada peran-peran Amerika Serikat dan sejumlah negara yang tergabung dalam The Five Eyes. Mereka adalah Inggris, Amerika Serikat (AS), Selandia Baru dan Kanada.
"Dalam kesepakatannya, yang memasok teknologi adalah Amerika Serikat. Bukan hanya itu, dia (AS) yang membiayai seluruh penyadapan," kata Mahfudz.
Dalam melakukan penyadapan, tentu harus menggunakan alat-alat canggih. Australia tidak bisa. Sehingga, alat-alat penyadapan itu disuplai oleh Amerika Serikat.
Mahfudz mengatakan, secara teknis, sebenarnya produk-produk yang diperdagangkan di Indonesia seperti handphone yang berasal dari produk barat, membuka peluang penyadapan.
Hal itu juga terverifikasi dalam dokumen Snowden itu. Bahwa penyadapan menggunakan ponsel yang sudah menggunakan fasilitas 3G.
Lihat kenapa Presiden SBY bisa disadap. Sebab, Presiden sudah menggunakan ponsel Nokia E-90, Ibu Ani Yudhoyono menggunakan yang sama.
Wakil Presiden Boediono dan mantan Wapres Jusuf Kalla. Boediono disebut menggunakan ponsel BlackBerry Bold 9000 dan JK memakai ponsel Samsung SGH-Z370. Beberapa pejabat lainnya juga demikian.
Penyadapan dilakukan pada 2009. Dalam dokumen itu, selama 15 hari bulan Agustus 2009, ponsel milik SBY disadap.
Jangan lupakan peran Amerika Serikat dalam penyadapan ini. Australia hanyalah 'tumbal' pelampiasan kekesalan Presiden Indonesia. Sejatinya, padahal peran Amerika Serikat sangat besar, AS-lah ‘otak’ dibalik panyadapan.
Apa SBY juga berani bersikap tegas terhadap Amerika? Meragukan.
(*/inil)
Komentar
Posting Komentar