Disadap Amerika & Australia, Presiden Kemana?
Amerika Serikat menyadap telepon dan memonitor jaringan komunikasi dari fasilitas pengawasan elektronik di Kedutaan Besar AS dan konsulat di seluruh Asia timur dan tenggara. Termasuk Indonesia. Begitulah yang diungkapkan oleh whistleblower Edward Snowden, seperti dimuat oleh Sydney Morning Herald edisi hari ini, Selasa, 29 Oktober 2013.
Dalam laporannya, Selasa 29 Oktober 2013, SMH menampilkan sebuah peta yang mendaftar 90 fasilitas pemantauan elektronik (electronic surveillance facility) yang tersebar di beberapa Kedubes AS di kota-kota penjuru dunia, termasuk di Asia Timur dan Tenggara.
Salah satu kota yang menjadi lokasi Kedubes AS dalam peta tertanggal 13 Agustus 2010 itu adalah Jakarta. Kota-kota lainnya adalah Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh dan Yangon.
Pada 13 Agustus 2010, sebuah peta tidak menunjukkan fasilitas penyadapan itu terpasang di Australia, Selandia Baru, Inggris, Jepang dan Singapura, yang semuanya diketahui sebagai sekutu terdekat AS.
Menurut peta yang diterbitkan oleh majalah Der Spiegel Jerman pada hari Selasa, 29 Oktober 2013, satuan tugas bersama dinas intelijen AS, Central Intelligence Agency (CIA) dan National Security Agency (NSA) bernama "Special Collection Service" melakukan sweeping operasi pengawasan serta operasi rahasia terhadap target intelijen khusus.
Peta itu awalnya dipublikasikan secara penuh di website Der Spiegel, tetapi kemudian diganti dengan versi yang disensor.
Sementara di kawasan Asia Timur, operasi SCS dipusatkan di China dengan fasilitas tersebut ditempatkan di Kedubes AS di Beijing dan Konsulat di Shanghai dan Chengdu, ibukota Provinsi Sichuan di barat daya Negeri Tirai Bambu. Fasilitas pemantauan lainnya berlokasi di kantor diplomatik AS yang tidak diketahui lokasinya di Taipei.
Di kawasan Asia Selatan, Ada delapan fasilitas semacam itu. Mereka berada di Kedubes AS di kota New Delhi, India dan Islamabad, Pakistan. Untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, hanya dijangkau oleh fasilitas pemantau namun tidak berfungsi selama 24 jam.
Sementara untuk kawasan Sub Sahara, Afrika, terdapat sembilan fasilitas penyadapan. Di Benua Eropa, lokasi penyadapan SCS sudah kadung bocor lebih dulu di harian Jerman, Bild am Sonntag pada pekan ini.
Mereka tersebar di kota Berlin, Paris, Roma, Madrid, Athena, Praha, Jenewa, Wina, Kiev dan Moskow. Sementara 16 fasilitas serupa juga terdapat di kawasan Amerika Latin.
Fasilitas itu tersebar di Mexico City, Panama, Caracas, Bogota, La Paz, Brasilia dan Havana. AS memang diketahui tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Kuba. Namun, mereka mengakalinya dengan membangun fasilitas penyadapan di Kedubes Swiss yang berlokasi di Havana.
Tak hanya Amerika Serikat, Indonesia ternyata juga menjadi korban penyadapan yang dilakukan Australia. Agen mata-mata Australia juga ikut 'menguping' komunikasi rahasia maritim, khususnya TNI AL, TNI AU, dan komunikasi militer Indonesia.
Menurut sejumlah mantan pejabat pertahanan Australia, DSD mengoperasikan fasilitas intersepsi dan pemantauan sinyal di teritori Australia di Samudera Hindia, 1.100 kilometer barat daya Jawa. Austarlia memanfaatkan pos rahasia di Kepulauan Cocos yang terpencil di samudera Hindia untuk menargetkan Indonesia.
Murka Sekutu Amerika
Berita tentang penyadapan puluhan pemimpin dunia merebak ketika Menlu AS, John Kerry melakukan kunjungan ke Roma dan ditanyai sejumlah pertanyaan tentang aktivitas intelijen mereka terhadap negara-negara sekutu AS di Eropa.
Pertanyaan itu didasari pengungkapan mantan kontraktor intelijen AS, Edward Snowden, yang kini telah mendapat suaka sementara di Rusia. Presiden Prancis juga telah mendorong agar isu mata-mata AS agar dimasukkan dalam pokok bahasan saat pertemuan para pemimpin Eropa.
Sejumlah kepala negara dibuat murka oleh ulah yang dilakukan AS terhadap negaranya. Pemerintah Meksiko menanggapi dengan berang penyadapan terhadap Presiden saat itu, Felipe Calderon, oleh intelijen AS. "Praktik ini tidak bisa diterima, tidak sah dan melanggar hukum Meksiko dan internasional," ujar Kementerian Luar Negeri Meksiko.
Sementara Perancis, bukan hanya sang Presidennya disadap AS, namun 70juta warganya juga dimata-matai intelijen Amerika Serikat. "Ini jenis praktek antara mitra, yang melanggar privasi, benar-benar tidak dapat diterima," kecam Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius.
Kanselir Jerman tak kalah murka, Angela Merkel bahkan langsung 'menunjuk-nunjuk' muka Obama. Ini dikarenakan ponsel pribadinya disadap, yang mengejutkan Amerika Serikat menyadap ponsel Kanselir Jerman Angela Merkel sejak tahun 2002.
Menurut koran Jerman The Bild am Sonntag, mengutip sumber intelijen AS, Kepala Lembaga Keamanan Nasional AS (NSA) Jenderal Keith Alexander, telah membrifing Obama mengenai operasi kepada Merkel itu pada 2010.
Angela Merkel menuntut jawaban dari Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama tentang praktik penyadapan bahwa NSA menguping komunikasi Merkel.
“Di antara teman dekat dan mitra, seperti halnya Jerman dan AS yang telah memiliki hubungan erat selama beberapa dekade, tidak seharusnya ada penyadapan terhadap pemimpin pemerintah. Hal tersebut merupakan tindakan yang menghilangkan rasa saling percaya,” kata Merkel kepada Obama.
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi sampai saat ini belum memberikan pernyataan keras atau nota protes apapun terkait penyadapan yang di lakukan AS dan Australia terhadap pemerintahannya.
Komentar
Posting Komentar