Turki Akhiri Larangan Berjilbab






Turki menghentikan larangan bagi perempuan untuk mengenakan jilbab di institusi pemerintah pada Selasa (8/10), mengakhiri pelarangan berusia satu generasi yang merupakan bagian dari paket reformasi yang menurut pemerintah ditujukan untuk memperbaiki demokrasi.





Laranngan yang berakar pada masa awal Republik Turki 90 tahun silam itu menahan perempuan bergabung dengan angkatan kerja namun kelompok sekuler melihatnya sebagai bagian dari bukti pemerintah mendorong agenda Islam.





Aturan baru yang tidak akan diterapkan di kehakiman dan militer itu diterbitkan dalam Official Gazette dan langsung berdampak pada negara yang mayoritas Muslim tapi secara konstitusional sekuler itu.





"Satu regulasi yang telah melukai banyak orang muda dan menyebabkan orangtua menderita, periode gelap, segera berakhir," kata Perdana Menteri Turki Tayyip Erdogan dalam pertemuan dengan Partai AK, yang punya akar dalam politik Islam.





Pengritik Erdogan melihat Partai AK berusaha mengikis pondasi sekuler pembangunan republik yang dibangun dari reruntuhan teokrasi rezim Ottoman oleh Mustafa Kemal Ataturk pada 1923.










Pendukung dia, khususnya di jantung daratan Anatolia, menyebut Erdogan hanya memperbaiki keseimbangan dan mengembalikan kebebasan ekspresi agama di negara mayoritas Muslim itu.





"Sebelumnya ada perburuan terhadap para pegawai negeri yang mengenakan kerudung," kata Safiye Ozdemir, guru sekolah menengah di Ankara yang selama bertahun-tahun melawan keinginannya sendiri dengan tidak mengenakan kerudung saat bekerja tapi mulai menentang pelarangan itu dalam beberapa bulan terakhir.





"Sekarang menjadi jelas bahwa kami benar. Kami sangat gembira dan kami bangga. Keputusan ini datang sangat terlambat, tapo setidaknya datang, terima kasih Tuhan," katanya seperti dikutip kantor berita Reuters.





Penghapusan larangan yang didasarkan pada dekrit kabinet tahun 1925, ketika Ataturk memperkenalkan serangkaian reformasi dalam berpakaian untuk menghilangkan simbol-simbol agama bagi pegawai pemerintah, merupakan bagian dari "paket demokratisasi" yang diungkap Erdogan pekan lalu.





Paket yang telah lama ditunggu-- untuk mendorong pemenuhan hak komunitas Kurdi Turki-- juga mencakup sistem pemilihan, perluasan hak berbahasa dan izin bagi desa untuk menggunakan nama asli Kurdi mereka. (*/ant)






Komentar

Postingan populer dari blog ini

FOTO: Begini Foto Hitam-Putih disulap ke Warna Asli

Penulis Kondang Spanyol: “Wajar Bangsa Yahudi Selalu Terusir”

FOTO-FOTO: Anjing Ajaib Ini Bisa Berdiri di Atas Tali