KISAH NYATA: Kesaksian Petugas penghitung Jumlah Korban Kekejian Zionis di Jalur Gaza
Di dalam kantor sempit seorang petugas medis bernama Ashraf Al-Qidra bekerja di Rumah Sakit Shifa, Kota Gaza, telepon tidak pernah berhenti berdering.
Selama 20 hari penyerangan mengerikan dari penjajah zionis ‘Israel’ terhadap Jalur Gaza, lebih dari 1.000 warga Palestina di Gaza terbunuh dan 6.000 lainnya terluka.
Sebagai juru bicara layanan darurat Gaza, adalah tugas Qidra untuk menghitung jumlah korban yang meninggal.
Sejak operasi militer penjajah dimulai pada 8 Juli lalu, Qidra hanya tidur dua jam setiap harinya di matras di dalam kantornya. Para stafnya terus menginformasikan kepada Qidra tentang korban terbaru dari serangan penjajah dan ia terus menjawab telepon para wartawan yang mencari rincian jumlah korban terbaru.
Ketika ia berbaring sebentar untuk beristirahat, tiba-tiba asistennya bergegas masuk ke kantornya,
“Dokter Qidra, ada banyak korban meninggal dan terluka dalam pengeboman Rumah Sakit Syuhada!”
Sang asisten terengah-engah menyampaikan berita tersebut. Qidra pun langsung terbangun kembali dan melanjutkan bekerja. Ia menelepon rumah sakit dan berkoordinasi untuk mendata korban yang meninggal dan terluka.
“Tidak ada tempat yang aman dari pengeboman ‘Israel’. Mereka mengebom RS Al-Wafa, RS Syahada, dan RS Eropa. Musuh telah menjadi gila, melampaui gila. Ada bencana setelah bencana.” kata Qidra.
Ketika teleponnya berbunyi, ia mencatat bahwa ada tambahan korban, lima warga Gaza meninggal dan 70 terluka dalam serangan ke RS Syuhada di Khan Younis.
Lalu teleponnya berbunyi lagi, tetapi kali ini istrinya yang menelepon. Qidra menanyakan kabar istri dan keempat anaknya, memastikan mereka tetap aman. Qidra baru satu kali menengok keluarganya dalam tiga minggu ini.
“Aku merindukan mereka,” kata Qidra.
Sebagaimana warga Gaza pada umumnya, Qidra juga berjuang keras mendukung mereka. Sudah berbulan-bulan, Qidra belum menerima gajinya. Akan tetapi, Qidra tetap menjalankan pekerjaannya yang termasuk menjawab 700 telepon masuk setiap harinya.
Menurut Qidra, konflik ini telah mempengaruhinya secara emosional.
“Aku melihat jenazah dan bagian-bagian tubuh mereka setiap waktu, apalagi ketika melihat jenazah para wanita dan anak-anak yang menjadi korban. Ini benar-benar menghancurkan hatiku” ungkap Qidra lirih.
(Ma’an News | Sahabat Al-Aqsha)
Komentar
Posting Komentar