Kahar Muzakkar, Patriot yang Dicap Pemberontak






Mendengar nama Kahar Muzakkar tentunya orang akan teringat dengan pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di era tahun 50 an di wilayah Sulawesi.





Nama tersebut begitu melekat dalam ingatan orang tua kita. Banyak kisah telah ditulis mengenai sang overste (Letkol Kahar) baik mengenai kepatriotan hingga 'pembangkangannya' yang berujung kepada pemberontakannya terhadap pemerintah Soekarno kala itu.





Pemuda dengan nama kecil ''La Domeng'', alias tukang main domino ini sebenarnya adalah seorang patriot sejati yang anti feodalisme dan anti penjajahan. Hal ini ditunjukkannya sejak ia masih berada di tanah kelahirannya di Luwu.





Di Luwu, Kahar memberontak terhadap kepala-kepala adat setempat, alasannya karena dia membenci sistem feodal yang berlaku di Sulawesi Selatan.





Selain itu Kahar juga tidak ingin mengusir Jepang dari tanah kelahirannya. Akibat penentangannya tersebut, Kerajaan Luwu lantas menghukum Kahar atas tuduhan menghina kerajaan dan mencuri.





Hukuman yang diterimanya terhitung sangat berat, yakni diganjar vonis ri paoppangi tana, yaitu hukuman yang mengharuskannya keluar dari tanah kelahirannya di Luwu.





Kahar lalu meninggalkan kampung halamannya, balik ke Solo. Di kota ini, dia mendirikan toko Usaha Semangat Muda.





Tapi, ternyata Kahar lebih tergoda oleh pergerakan kemerdekaan. Maka, setelah proklamasi 17 Agustus 1945, dia pergi ke Jakarta. Di Ibu Kota, Kahar mendirikan Gerakan Pemuda Indonesia Sulawesi, yang kemudian menjadi Kebaktian Rakjat Indonesia Sulawesi.





Di Jakarta pula Kahar membuktikan keberaniannya. Pada rapat raksasa di Ikada, 19 September 1945, pria ini ikut mengawal Soekarno.





Ketika Bung Karno dan Bung Hatta didesak untuk berpidato, tidak banyak orang yang berani berdiri di depan mobil. Tapi, Kahar termasuk segelintir pemuda yang nekat melepaskan dua tokoh itu dari kepungan bayonet tentara Jepang.





Dengan berani, Kahar mendesak mundur bayonet-bayonet pasukan Jepang yang saat itu sudah mengepung kedua proklamator itu dengan mengacungkan golok.





Aksi patriot Kahar muda juga dilakukan, pada Desember 1945. Dia membebaskan 800 tahanan di Nusakambangan, dan membentuknya menjadi laskar andalan di bawah Badan Penyelidik Khusus, badan intelijen di bawah pimpinan Kolonel Zulkifli Lubis.





Kahar juga mengikuti berbagai pertempuran penting untuk mempertahankan kemerdekaan. Tak mengherankan, karier Kahar di Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) makin menanjak.





Dalam serangan umum 1 Maret 1946, Kahar bersama laskarnya berdiri paling depan mereka mampu menguasai Yogyakarta selama enam jam, sayangnya distorsi sejarah justru mengangung-agungkan Soeharto.





Kahar, akhirnya dipercaya menjadi Komandan Persiapan Tentara Republik Indonesia-Sulawesi. Ia pun menjadi orang Bugis-Makassar pertama yang berpangkat letnan kolonel (letkol).





Tapi, perjalanan karier Kahar ternyata tidak selamanya mulus. Ketika pasukan di luar Jawa direorganisasi menjadi satu brigade, Kahar tak ditunjuk sebagai pemimpin.





Pada 1952, setelah berhasil menumpas pemberontakan Andi Aziz di Sulawesi Selatan, Kahar menuntut agar Kesatoean Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) menjadi formasi resimennya.





Ia menghendaki pasukannya yang terdiri dari 10 batalyon itu dimasukkan ke dalam APRI kemudian menjadi Brigade Hasanuddin di bawah pimpinannya.





Kolonel AE Kawilarang, Panglima Wirabuana saat itu menolak mentah-mentah. Hal ini membuat Kahar sangat kecewa dan kemudian ia meletakkan pangkat Letkolnya di depan Kawilarang.





Sejarawan UI Anhar Gonggong, mengatakan bahwa hal tersebut membuat Kahar merasa gagal mengembalikan harga dirinya sebagai orang Bugis-Makassar.





Menurut Anhar, Kahar berikut KGSS lalu memutuskan bergabung dengan gerakan DI/TII Kartosoewirjo pada 20 Agustus 1952. Pada 7 Agustus 1953, Kahar memproklamirkan Sulawesi Selatan menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia (NII). Kahar sendiri diangkat menjadi Panglima Divisi IV TII.





"Pada awal kemerdekaan 1945 hingga 1950 Kahar adalah patriot pembela bangsa. Namun setelah tahun 1952 dia menjadi pemberontak. Memang ada jasa Kahar untuk bangsa ini. Namun itu semua terhapus karena pemberontakannya terhadap negara Republik Indonesia, " kata Anhar Gonggong, dikutip Sindo.





Tetapi, Kahar sendiri tidak selamanya setuju dengan paham Kartosoewirjo yang menginginkan Indonesia menjadi negara kesatuan di bawah payung Islam.





Ia cenderung menginginkan Indonesia sebagai negara federal sehingga asas Islam tak perlu diterapkan di seluruh wilayah negara.





Antiklimaksnya Kahar memecahkan diri dari Kartosoewirjo dan mendirikan Republik Persatuan Islam Indonesia (RPII) di Sulawesi Selatan.





Sebagai pemimpin RPII, Kahar bersumpah untuk bertindak tegas, radikal, dan revolusioner. Kahar memiliki konsep negara yang berbentuk federal Islam yang mengusung sistem pemerintahan demokrasi sejati.





Dalam pandangannya, pemerintahan tersebut berbentuk presidensial dengan presiden sebagai kepala Negara dibantu oleh menteri-menteri yang dipilih langsung oleh rakyat.





Selama di hutan melakukan perlawanan Kahar banyak mengislamkan masyarakat di sekitar pegunungan Latimojong yang saat itu masih banyak belum mengenal Islam.





Satu sisi lagi bahwa selama di hutan Kahar mewajibkan semua penduduk untuk bisa membaca latin dan Arab.





Perjuangan Kahar berakhir dalam operasi Tumpas TNI. Kahar tewas 3 Februari 1965, ditembak mati oleh, Anggota Batalyon Kujang 330/Siliwangi, di tepi Sungai Lasalo, Sulawesi Tenggara.





Kematian Kahar Muzakkar pun menimbulkan kontroversi selama puluhan tahun, karena kematiannya menjadi misteri.





Namun bukti kecintaan rakyat Sulsel terhadap Kahar dan keluarganya tak terbantahkan. Buktinya adalah anak-anaknya sekarang menjadi seorang pemimpin daerah dan wakil rakyat terhormat.





Anaknya Abdul Aziz Kahar merupakan anggota DPD RI dua periode, anaknya yang lain Andi Mudzakkar merupakan Bupati Luwu, sedangkan Buhari Kahar Mudzakkar merupakan anggota DPR Sulsel.





Kahar salah satu lelaki Bugis Makassar yang meneruskan tradisi to barani, tradisi pemberani yang dititipkan untuk republik ini.





Tradisi yang membakar semangat perjuangan Sultan Hasanuddin. Dan seperti Bung Tomo patriot bangsa yang dilupakan pemerintah, Kahar Mudzakkar pantas mendapat satu tempat terpuji di hati bangsa ini, dia tetap patriot sekaligus pahlawan bagi warga di Sulawesi Selatan. (*SND)




















Komentar

Postingan populer dari blog ini

FOTO: Begini Foto Hitam-Putih disulap ke Warna Asli

Penulis Kondang Spanyol: “Wajar Bangsa Yahudi Selalu Terusir”

FOTO-FOTO: Anjing Ajaib Ini Bisa Berdiri di Atas Tali