Tentara Jual Senjata: Ke Papua Bawa M-16, Bawa Pulang 16 M
Gubernur Papua Lukas Enembe mencurigai adanya oknum TNI atau Polri yang menjual amunisi sisa tugas ke masyarakat Papua. Penjualan amunisi secara ilegal itu yang membuat konflik atau kontak senjata antara TNI atau Polri dan kelompok bersenjata tak pernah berhenti.
Lukas menegaskan, bahwa penembakan itu terjadi karena ulah aparat yang justru datang ke Papua dengan menjual amunisi ke masyarakat lokal. Karena itu, dia meminta Kapolri dan Panglima TNI menertibkan para prajuritnya yang kerap kali menjual amunisi ke warga Papua.
Kecurigaan ini bukan tanpa alasan, dia yakin hal ini terjadi karena kelompok bersenjata tak pernah kehabisan peluru saat baku tembak.
Soal pembelian secara ilegal, dia menegaskan, bahwa keamanan di Papua sangat ketat sehingga sulit membawa senjata atau amunisi ilegal dari luar Papua kecuali membeli dari aparat yang bertugas di Papua.
Senada dengan Lukas, Anggota Komisi I DPR Yorrys Raweyai mengatakan, kejanggalan juga terjadi saat para aparat yang datang dari luar Papua membawa penuh amunisi, namun setelah pulang amunisi tak bersisa.
Sehingga dia juga yakin, kelompok bersenjata di Papua mendapatkan amunisi justru dari aparat keamanan sendiri.
"Dari mana amunisi bisa masuk ke sana, ada indikasi pasukan di-BKO-kan datang bawa peluru, pulang tak bawa apa-apa. Jadi ada istilah, datang bawa M16 pulang bawa 16 M," kata Yorrys yang menemani Lukas bertemu dengan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.
Menurut dia, amunisi dijual oleh para aparat keamanan dengan harga Rp 1.500 per butir. Dia juga yakin hal ini terjadi karena selongsong yang ditemukan dalam penyisiran tempat kontak senjata itu berasal dari PT Pindad yang dipakai aparat keamanan.
"Amunisi terbatas, kenapa kontak senjata dari tahun ke tahun amunisi tidak pernah habis temuan selongsong buatan Pindad, dari mana itu barang?" kata dia.
Secara terpisah, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengaku belum mengetahui informasi yang disampaikan Lukas. Ia berjanji akan segera meminta penjelasan Panglima TNI Jenderal Moeldoko sesegera mungkin.
"Saya akan tanyakan ke Panglima TNI, informasi ini harus ditindaklanjuti. Kalau benar, harus ada sanksi tegas dan dicarikan solusi," pungkasnya.
Komentar
Posting Komentar