Gara-gara Pemukiman Yahudi, AS - Israel Memanas !
Hubungan Gedung Putih dan Tel Aviv menegang, menyusul perang pernyataan Menlu AS John Kerry dan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu soal isu pemukiman di Palestina.
Seperti dikutip Guardian, Senin (3/2/2014), Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menegur PM Netanyahu. Gedung Putih menganggap Netanyahu keliru menafsirkan kalimat yang disampaikan Menteri Luar Negeri AS John Kerry saat konferensi keamanan di Munchen, Jerman pada Sabtu 1 Februari 2014.
Dalam kesempatan itu, Kerry mengatakan, tersandungnya pembicaraan damai Israel dan Palestina hanya akan menuai kritik terhadap Negeri Yahudi tersebut. Kerry bahkan menyerukan boikot terhadap produk dan lembaga-lembaga Israel dalam kampanye untuk mengisolasi dan menekan pemerintah Tel Aviv agar mengakhiri pendudukannya di Tepi Barat, Palestina.
Tak mau kalah, Ahad 2 Februari 2014, Netanyahu memperingatkan bahwa seruan boikot Israel untuk menekan negara ini terkait isu pemukiman di wilayah pendudukan Palestina adalah `tidak bermoral, tidak bisa dibenarkan, dan tak akan berhasil.`
PM Netanyahu mengatakan pula, gerakan boikot internasional yang terus berkembang hanya akan `mendorong perdamaian lebih jauh,` bahkan membuat Palestina akan tetap dengan sikapnya. "Tidak ada tekanan akan memaksa saya untuk menyerah kepentingan vital negara Israel, di atas masalah keamanan warga Israel," ucap Netanyahu.
Washington Post menulis, para politisi Israel menunjukkan reaksi kemarahan atas pernyataan Menlu AS John Kerry pada Ahad lalu tersebut. Mereka mengatakan tak akan dapat dipaksa untuk melakukan kesepakatan damai dengan Palestina dengan ancaman menguatnya boikot dan isolasi terhadap negara ini.
Menurut Washington Post, reaksi ini tampaknya tidak pada soal apa yang dikatakan John Kerry yang menyebut tentang potensi boikot dan isolasi yang menguat jika perdamaian Israel-Palestina gagal. Namun, soal indikasi kekhawatiran tentang kemungkinan reaksi internasional jika negosiasi yang dimediasi AS itu gagal.
Sementara, Juru Bicara Kemenlu AS Jen Psaki, mencatat bahwa Kerry telah mengacu pada tindakan orang lain. AS pun dengan tegas menentang boikot. "Menlu Kerry selalu memperkirakan ada penentangan dan menghadapi masa-masa sulit dalam proses, tapi ia juga mengharapkan semua pihak untuk secara akurat menggambarkan dan merekam pernyataannya," urai Psaki.
Bisa dikatakan, perang pernyataan Gedung Putih dan Tel Aviv ini memperlihatkan tanda kian runcingnya perselisihan dua negara dalam soal perundingan damai Israel dan Palestina. Dua pekan silam, Menteri Pertahanan Israel Moshe Yaalon bahkan menaikkan suhu politik dengan menyebut Kerry sebagai `obsesif dan mesianis` terkait upayanya mengejar kesepakatan damai. Pun demikian Tzipi Livni, Kepala Juru Runding Israel, mengatakan John Kerry hanya `menyatakan keprihatinan` bagi masa depan Israel.
Ancaman boikot dunia internasional memang membuat gusar pemerintah koalisi Netanyahu. Misalnya, bank Denmark mengumumkan akan memutuskan hubungan dengan Bank Hapoalim --bank terbesar Israel-- karena pembiayaannya atas pembangunan pemukiman di sepanjang perbatasan (usai perang 6 hari Israel-Arab pada Juni 1967) yang dianggap melanggar hukum internasional.
Selain itu, tekanan terhadap Tel Aviv juga menguat di Uni Eropa, terutama untuk `menghukum` Israel terkait kegiatan pemukiman di daerah pendudukan.
Pernyataan Netanyahu memang lebih lunak ketimbang beberapa menteri Israel. Yuval Steinitz, misalnya. Menteri Intelijen sekaligus anggota Partai Likud ini menilai komentar John Kerry itu `ofensif, tidak adil, dan tak bisa diterima` dan mengeluh bahwa Israel tidak bisa bernegosiasi `dengan pistol yang diarahkan ke kepalanya.`
Tak kalah kerasnya adalah tanggapan Menteri Ekonomi Israel Naftali Bennett. "Kami berharap teman-teman kami di seluruh dunia untuk berdiri di samping kami, terhadap upaya boikot antisemitisme yang menargetkan Israel, dan tidak menjadi penguat (pernyataan) mereka."
AS Marah ke Israel
Sebelumnya, Pemerintah Amerika Serikat (AS) marah atas pernyataan Menteri Pertahanan (Menhan) Israel Moshe Yaalon yang menyebut Menteri Luar Negeri AS John Kerry memiliki obsesi yang salah dengan dilandasi semangat mesianis terkait upaya perdamaian di Timur Tengah, antara Israel dan Palestina.
Kantor pemerintah AS, Gedung Putih menegaskan, ucapan Menhan Yaalon itu sangat tidak pantas dilontarkan kepada AS yang kerap membantu pertahanan Israel.
"Ini merupakan teguran yang sangat langka untuk Amerika, sebagai sekutu," demikian pernyataan Gedung Putih, seperti dimuat BBC, Rabu (15/1/2014).
Menanggapi kegeraman Washington DC, Kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan) Israel menyatakan permintaan maaf, mewakili Menhan Moshe. Israel menjelaskan, Moshe tak bermaksud menyindir AS.
"Menteri Pertahanan meminta maaf kepada Menlu (John Kerry) atas ucapan yang dinilai menyinggung Pak Menteri," tulis Kemenhan Israel dalam pernyataannya.
Dijelaskan, Israel dan AS memiliki tujuan yang sama, yakni perdamaian di Timur Tengah dengan Palestina. "Dan kami mengapresiasi upaya Menlu Kerry untuk hal ini."
Komentar Menhan Yaalon yang sedikit mengguncang hubungan AS dan Israel itu muncul baru-baru ini di Koran Israel Yediot Ahronot, setelah Menlu Kerry menghadiri pemakaman mantan Perdana Menteri (PM) Israel Ariel Sharon, Senin 13 Januari lalu.
Dalam koran Yediot Ahronot disebutkan juga ucapan Yaalon yang menyebut rencana sistem keamanan yang dipaparkan Kerry tak begitu penting. "Kerry tak akan bisa mengajarkan aku soal konflik dengan Palestina," kata Yaalon.
Masih dalam Yediot Ahronot, Yaalon juga meminta Kerry, yang telah mengunjungi Israel sebanyak 10 kali, untuk mengakhiri upayanya atas perdamaian dengan Palestina. Dia meminta Kerry untuk lebih fokus ke kawasan lain.
Perang pernyataan ini terjadi saat AS berupaya memediasi perundingan damai Israel-Palestina yang mandek pada 2010.
Perundingan dimulai lagi pada Juli 2013, tapi kemajuannya kurang menggembirakan. Dijadwalkan, dalam waktu dekat, Menlu AS John Kerry akan berkunjung ke kawasan pemukiman Israel di wilayah pendudukan di Palestina. Kerry juga akan mengusulkan kerangka perjanjian damai yang diberi tenggat oleh Washington pada April 2014. (*lip6)
Komentar
Posting Komentar