Indonesia Minta Maaf, Hubungan dengan Singapura Pulih
Hubungan kedua negara bertetangga itu mulai memanas pada Februari. Saat itu, Angkatan Laut (AL) Republik Indonesia (RI) mengaku akan meminjam nama Usman-Harun untuk sebuah kapal fregat.
Singapura minggu lalu menerima permintaan maaf dari Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Jenderal Moeldoko atas penamaan Kapal Republik Indonesia (KRI) Usman Harun. Langkah terbaru keduanya mengisyaratkan pemulihan hubungan bilateral yang sempat memanas.
Pernyataan mendamaikan Jenderal Moeldoko—dalam suatu wawancara yang disiarkan Selasa lalu oleh stasiun televisi Singapura—tersampaikan di tengah ketegangan berbulan-bulan antara Indonesia dan Singapura. Penamaan KRI Usman Harun bahkan mendorong Singapura menangguhkan kerja sama antar-militer dengan Indonesia.
Dalam pernyataan kepada wartawan, Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen menyambut baik permintaan maaf Moeldoko. Ng menggambarkan permintaan sebagai “sikap konstruktif.” Ia menegaskan, pasukan bersenjata Singapura akan “membalas niat positif Jenderal Moeldoko dengan melanjutkan kerja sama bilateral dan aktivitas lainnya dengan militer Indonesia.”
Hubungan kedua negara bertetangga itu mulai memanas pada Februari. Saat itu, Angkatan Laut (AL) Republik Indonesia (RI) mengaku akan meminjam nama Usman Haji Mohamed Ali and Harun Said untuk sebuah kapal fregat. Penamaan merupakan bentuk penghormatan TNI akan kepahlawanan Usman dan Harun.
Keduanya terbukti bersalah dan dihukum gantung di Singapura atas pengeboman MacDonald House. Gedung bank di pusat perbelanjaan Orchard Road itu dibom pada Maret 1965. Tiga orang meninggal dan 33 lainnya terluka.
Serangan merupakan bom paling mematikan dari 37 lainnya yang bermula di Singapura pada 1963. Masa itu, Presiden Sukarno memimpin konfrontasi bersenjata terbuka terhadap Federasi Malaysia yang baru terbentuk. Konfrontasi akhirnya merambat ke Singapura. Konflik berakhir pada 1966, satu tahun sesudah Singapura meninggalkan Malaysia dan menjadi negara merdeka.
Petinggi Singapura menyatakan, penamaan KRI Usman Harun kembali membuka luka lama.
Dalam wawancara dengan Channel NewsAsia, Moeldoko menyatakan: “Sekali lagi saya minta maaf. Kami tidak punya niat buruk apapun untuk membangkitkan emosi negatif. Tidak sama sekali. Ada hal-hal sensitif yang tidak kami perhitungkan. Dan (sayangnya) itu menguat.”
Moeldoko berharap kerja sama pertahanan bilateral meningkat di masa depan. Namun, seperti ditegaskan Moeldoko, AL RI tak akan mengganti nama KRI Usman Harun, keputusan yang dibuat Desember 2012.
Ketika penamaan KRI Usman Harun diumumkan, petinggi Singapura secara terbuka menyatakan kecewa. Singapura terus menekan Jakarta untuk kembali mempertimbangkan penamaan kapal fregat itu.
Pejabat RI membela diri. Menurut mereka, bentuk penghormatan akan pahlawan nasional merupakan hak masing-masing negara. Petinggi RI juga meyakinkan Singapura, tak ada sedikit pun niat jahat untuk menyakiti negara kota itu.
Singapura lalu membatalkan serangkaian rencana kerja sama antar-militer. Petinggi Singapura melarang masuk KRI Usman Harun ke pelabuhan dan pangkalan AL mereka. Ng pada Rabu tak mengindikasikan apakah larangan sudah dicabut.
Maret silam, Singapura menarik delegasi dari konferensi pertahanan internasional di Jakarta. Penarikan menyusul kehadiran dua lelaki peserta yang mengenakan seragam layaknya Usman dan Harun.
Bagaimanapun, respons Ng pada Rabu membuka jalan untuk hubungan pertahanan yang lebih hangat—perkembangan yang, tentu, disambut baik Jakarta. Jenderal Moeldoko “berharap kita melihat ke depan, bisa bekerja sama lebih baik,” kata Kapuspen TNI Mayjen Fuad Basya.
“Kami ingin hubungan yang baik dengan semua negara. Zero enemies, a thousand friends.”
Usman dan Harun dihukum gantung di Singapura pada 1968. Eksekusi tetap terlaksana, meski Presiden Suharto—yang berkuasa saat itu—sudah melayangkan permohonan grasi. Vonis memicu protes anti-Singapura di Jakarta. Di Indonesia, keduanya dihormati sebagai pahlawan nasional. Pemakaman dilakukan secara seremonial.
Hubungan bilateral antara RI dan Singapura tetap dingin hingga 1973, kala Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew melawat ke makam Usman dan Harun. Kunjungannya merupakan langkah mendamaikan yang ikut menutup luka warga Singapura.
Relasi yang berangsur-angsur membaik juga tak jarang disesapi ketegangan sepanjang waktu, yakni polusi udara lintas perbatasan. Hubungan juga sempat memanas sesudah pemerintah melarang ekspor pasir ke Singapura. Demikian WallStreetJournal.com.
Komentar
Posting Komentar