FPI Diusulkan Laporkan Balik “Si TV Rusak” ke Polisi
Advokat senior dan aktivis Eggy Sudjana menyarankan kepada Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab untuk melaporkan balik Ruhut ‘tv rusak’ Sitompul ke polisi. Ini terkait ucapan politisi Partai Demokrat itu yang meminta aparat kepolisian dan kejaksaan untuk mencari-cari celah supaya Habib Rizieq bisa ditangkap.
“Secara hukum, kategori menghina Presiden sudah dicabut pasalnya oleh saya di Mahkamah Konstitusi, yaitu pasal 134 dan 136 bis KUHP. Jadi tidak ada hukum yang mengaturnya lagi tentang hal penghinaan pada Presiden,” jelas Eggy Sudjana kepada Suara Islam Online, Kamis (25/7/2013).
Eggy menyebut Ruhut sebagai orang yang tidak memahami hukum. “Ruhut tidak paham hukum tersebut yang mengatakan Habib Rizieq harus ditangkap,” lanjutnya.
Ia menjelaskan, yang benar jika SBY merasa terhina dan dicemarkan namanya maka berdasarkan pasal 110 KUHP dia harus melaporkan Habib Rizieq ke polisi atau Klach Delik (delik aduan). Dengan pasal itupun Habib Rizieq tidak dapat ditangkap. Sebab pasal 110 KUHP tersebut sanksi hukumannya cuma 9 bulan saja jika diputus lewat pengadilan. Sementara orang yang bisa ditangkap itu jika diduga kuat melanggar pasal-pasal yang sanksi hukumannya paling rendah 5 tahun penjara.
“Jadi atas dasar tersebut sebaiknya Habib justru laporkan si Ruhut ke Polisi dengan tuduhan fitnah (pasal 111 KUHP) dan penyalahgunaan wewenangnya dia sebagai anggota DPR RI kiranya dapat dikenakan pasal 421 KUHP,” saran Eggy.
Sebelumnya, seperti dikutip Tribunnews.com, Ruhut mengeluarkan pernyataan yang mendesak aparat untuk mencari celah supaya Habib Rizieq ditangkap. “Pernyataan-pernyataan dari Rizieq provokatif itu. Kepolisian dan kejaksaan perlu mencari celah bagaimana untuk bisa ditangkap. Tangkap saja pak polisi segera karena ini kan Presiden yang dihina dan tindakan FPI ini sudah berkali-kali,” ujar Ruhut, Rabu (24/7/2013).
Padahal, seperti diketahui pada 4 Desember 2006 lalu, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 telah menghapus pasal penghinaan presiden dan wapres dalam KUHP. Permohonan judicial review itu diajukan oleh aktivis sekaligus advokat Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis. Dalam pertimbangannya, MK menilai Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena amat rentan pada tafsir.
[*/SuaraIslam/Arr]
Komentar
Posting Komentar