Polemik Pelarangan Jilbab Polwan Kian Membesar
Polemik pelarangan jilbab bagi polwan di jajaran kepolisian bak bola salju. Sejumlah kritikan datang dari para tokoh, ulama dan politisi.
12 Ormas Islam yang tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) meminta kepolisian segera membuat aturan mengenai polisi wanita (Polwan) berjilbab. Desakan itu muncul sebagai upaya untuk menghentikan polemik Polwan berjilbab.
LPOI merupakan gabungan 12 Ormas Islam yang terdiri dari Nadhatul Ulama, Persatuan Islam, Al Irsyad Al Islamiyah, Mathlaul Anwar, Itttihadiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, IKADI, Azzikra, Syarikat Islam indonesia, Al Wasliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).
Ketua Umum LPOI, Said Aqil Siradj saat jumpa pers di gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2013), mendesak Kapolri segera membuat aturan Polwan yang ingin mengenakan jilbab.
"Kami meminta Polri untuk membuat aturan mengenai Polwan berjilbab, karena saat ini belum ada aturan yang jelas," jelas Said.
"Cobalah diberi ruang (kepada wanita) seperti apa. Jangan sampai ada diskriminasi," pungkas pria yang juga menjabat sebagai ketua PBNU.
Polwan berjilbab dalam aturan seragam kepolisian memang belum ada. Namun, di Aceh sudah ada Polwan yang mengenakan jilbab. Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Pol Agus Rianto juga membenarkan hal itu. Namun, Polwan berjilbab itu belum bisa dikatakan melanggar karena belum ada aturan jelas mengenai hal tersebut.
Imam Besar Masjid Istiqlal Angkat Bicara
Prof Dr KH Ali Mustafa Yakub, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta akan mengirim surat kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) berkaitan dengan larangan jilbab bagi para polisi wanita (polwan).
"Terus terang, saya banyak sekali mendapatkan pertanyaan soal larangan polisi wanita (polwan) mengenakan jilbab. Apakah benar larangan tersebut dikeluarkan oleh Kapolri?" jelas Prof Ali Yakub kepada Republika, Rabu (5/6).
Melalui surat tersebut, jelas guru besar dan pakar hadis yang juga dikenal sebagai mantan anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini, dirinya akan menanyakan kebenaran informasi adanya larangan tersebut.
"Jadi, saya ingin menanyakan kebenaran informasi tersebut, apakah benar Kapolri mengeluarkan larangan berjilbab bagi polisi wanita (polwan) ataukah tidak? Kalau tidak, tentu tidak ada masalah."
Kalau benar Kapolri mengeluarkan larangan berjilbab, kata dia, harus segera diubah. "Karena jelas jaminan beragama bagi seluruh penduduk negeri ini, dijamin Undang-Undang Dasar. Semua rakyat negeri ini mendapatkan jaminan untuk menjalankan syariat agamanya oleh Undang-Undang Dasar," jelasnya.
MUI: Aceh Boleh, Perlebar ke tingkat Nasional
Majelis Ulama Indonesia (MUI) berjanji bakal memperjuangkan keinginan para polisi wanita (polwan) yang ingin mengenakan jilbab.
Wakil Sekjen MUI, Tengku Zulkarnaen menuturkan, mengenakan pakaian berjilbab itudilindungi Pasal 29 UUD 45.
"Insya Allah kami akan perjuangkan keinginan para Polwan untuk mendapat izin mengenakan jilbab. Dasarnya juga karena melarang untuk mengenakan jilbab sudah termasuk pelanggaran HAM ," tutur Zulkarnaen di Jakarta. Ia meminta para polwan menulis surat resmi ke MUI.
Menurutnya, jika di Aceh, polwan diwajibkan mengenakan jilbab, seharusnya polwan yang bertugas di seluruh provinsi di seluruh Indonesia juga diperbolehkan.
“Jika alasannya mengenai kebijakan otonomi daerah (Aceh) khusus, mengapa tidak bisa diperlebar kebijakan ini pada tingkat nasional. Toh mayoritas penduduk Indonesia, yang juga beberapa di antaranya bekerja sebagai polisi wanita, adalah Muslim, yang wajib mengenakan jilbab,” katanya, Selasa (4/6).
AA Gym: "Di Inggris Polwan diizinkan berjilbab, karena menghargai HAM"
Aturan seragam untuk anggota Polri yang membuat polisi wanita (Polwan) tak bisa mengenakan jilbab mendapat respons banyak pihak.
Dai terkenal Abdullah Gymnastiar pun turut berkomentar dalam akun twitter-nya di @aagym.
"Di inggris Polwan diizinkan berjilbab, karena menghargai hak azasi manusia," ungkapnya, Rabu (5/6).
Pimpinan Pondok Pesantren Darut Tauhid Bandung ini pun mempertanyakan Peraturan Kapolri yang tidak memperbolehkan Polwan berjilbab. "Di indonesia mengapa POLRI belum mengizinkan ya?" tanyanya.
Polri tidak memperbolehkan Polwan berjilbab karena adanya Perkap yang sudah mengatur soal seragam Polwan.
Yusril Ihza Mahendra siap Gugat Kapolri
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan bersedia membantu para polwan yang tak diperbolehkan untuk mengenakan jilbab ketika berseragam Polri.
Menurutnya, seharusnya Kapolri memperbolehkan para polwan tersebut menutup aurat sesuai dengan ajaran agamanya.
“Saya mau bantu mereka untuk bawa masalah ini ke pengadilan secara sukarela,” ujarnya.
Mantan menteri Hukum dan Perundang-undangan ini menjelaskan, konstitusi sudah menjamin setiap warga negara untuk menganut keyakinan masing-masing. Sehingga, mengenakan jilbab merupakan bagian dari hak konstitusional warga negara.
“Karena itu, kalau ada aturan yang dibuat oleh Kapolri maka peraturan tersebut dapat di-challenge di pengadilan,” katanya tegas.
Nasir Djamil: Di Inggris Tak Ada Larangan
Secara terpisah, anggota Komisi III (bidang hokum) DPR Nasir Djamil menilai aturan polwan berjilbab tidak akan merusak citra kepolisian.
“Justru akan semakin menunjukkan Polri professional dan menghargai hak asasi anggotanya,” katanya.
Nasir mencontohkan, negara negara barat yang dinilai modern juga memperbolehkan jilbab bagi anggota kepolisian.
“Misalnya, di Inggris bahkan Amerika serikat. Tidak ada larangan,” katanya.
Dia menambahkan, hambatan teknis bagi polwan yang mengenakan jilbab sebenarnya tidak ada. Buktinya, polwan di Aceh memakai jilbab dan tidak ada yang menghalangi tugas mereka.
DPR: Jilbab, Hak Asasi Polwan
Anggota Komisi VIII Fraksi Golkar, TB Ace Hasan Syadzily menyayangkan sikap Polri melarang polwan mengenakan jilbab. Menurut Hasan, larangan ini sama saja dengan tidak menghargai hak asasi seseorang.
"Saya menyayangkan jika penggunaan jilbab bagi calon polisi dilarang," kata Hasan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/6).
Hasan percaya, jilbab tidak akan mengganggu kinerja para polwan di lapangan. Buktinya, banyak olahragawan yang bisa berprestasi dengan leluasa meski mengenakan jilbab.
Anggota Komisi VIII DPR Fraksi Demokrat, Inggrid Kansil menambahkan, mengenakan jilbab merupakan hak setiap muslimah. Polri sebaiknya tidak kaku menerapkan aturan larangan berjilbab yang telah berlaku sejak lama.
"Sebuah aturan itu sifatnya adaptable atau disesuaikan dengan perkembangan zaman," katanya.
Inggrid mengatakan Polri sebaiknya mengkaji kembali larangan mengenakan jilbab untuk para polwan meski pun seragam, namun hal itu tidak mesti membuat Polri melanggar hak berpakaian para polwan yang ingin berjilbab.
"Saya kira harus ada jalan keluar yang baik," ujarnya. Apalagi, tambah dia, ini merupakan isu yang sensitif.
Komnas HAM: Hormati Hak Polwan memakai Jilbab
Berkembangnya isu pelarangan Polisi Wanita (Polwan) untuk memakai jilbab mengundang reaksi keras dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Ketua Komnas HAM Siti Noor Laili mengatakan, jilbab merupakan pakaian yang dianjurkan bagi Muslimah yang ingin menjalankan ibadah sesuai dengan perintah agama. ”Hendaknya Polri bisa memberikan kebijakan,” katanya.
Kebijakan tersebut untuk memberikan hak bagi Polwan yang menggunakan jilbab. Laili melanjutkan, ini demi menghormati hak atas keyakinan dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.
Laili melanjutkan, walaupun seragam tersebut urusan institusi yang berkaitan. Namun, diharapkan berdasarkan pada prinsip, kebijakan menggunakan jilbab harus dihormati. ”Kalau tidak mengganggu kinerja ya tidak perlu dilarang,” katanya.
***
Sebelumnya, Alasan Mabes Polri tidak memperbolehkan polisi wanita (Polwan) untuk mengenakan jilbab karena anggaran. Selanjutnya alasan Polri berkembang karena dalih tidak ada aturan yang mengatur Polwan berjilbab dalam perundang-undangan, kecuali polwan yang bertugas di Provinsi Aceh.
Komentar
Posting Komentar