Amien Rais pernah Nyaris dihabisi Anak Buah Prabowo






Kivlan Zen, yang notabene adalah Staf Pangkostrad Letjen Prabowo Subianto, pada 16 Mei 1998, mengancam akan menangkap Amien Rais jika nekat menggelar 'People Power'.




Krisis ekonomi dunia tahun 1998, ternyata berimbas sangat buruk bagi Indonesia. Ekonomi Indonesia ibarat terjun bebas. Krisis ini ternyata mampu menggoyang kekuasaan Soeharto yang begitu dominan. Kekecewaan publik memuncak dan mulai muncul tuntutan untuk dilakukan reformasi total, yang dimotori oleh mahasiswa.





Gerakan dimulai di Jakarta dan menyebar di hampir seluruh kota besar di Indonesia. Mahasiswa bahu-membahu melakukan aksi setiap hari menuntut perubahan total. Di beberapa tempat, aksi ini berujung bentrok dengan aparat keamanan, yang puncaknya dengan jatuhnya 4 korban jiwa pada Tragedi Trisakti, 12 Mei 1998. Kondisi Jakarta kian chaos, dan mulai muncul kerusuhan 13-15 Mei 1998.





Sementara itu, dari tokoh sipil, Amien Rais, seorang akademisi UGM (Universitas Gadjah Mada) dan juga cendikiawan muslim mengambil peran di muka. Ia menginisiasi kelompok-kelompok elit dan mendominasi suara publik untuk menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Saat itu, Amien ibarat ikon publik pro reformasi.





Karena Soeharto tak juga menunjukkan tanda-tanda mundur, Amien menginisiasi rencana aksi People Power pada tanggal 20 Mei 1998. Aksi ini berupa rapat akbar di halaman Monas yang ditargetkan dihadiri 1 juta orang.





Militer ketika itu, sangat menentang aksi ini. Kepala Staf Kostrad Mayjen Kivlan Zen, yang notabene adalah Staf Pangkostrad Letjen Prabowo Subianto, pada 16 Mei 1998, mengancam akan menangkap Amien Rais jika nekat menggelar People Power.





Tak cukup gertakan tersebut, seperti yang disebut dalam buku "Sintong & Prabowo" karangan A Pambudi, Prabowo pada Senin 18 Mei 1998 petang, sampai perlu khusus menemui Amien Rais agar membatalkan aksi tersebut. Tidak mempan juga. Akhirnya, Mayjen Kivlan Zen, sebagaimana diakui dalam bukunya 'Konflik dan Integrasi TNI AD (2009), menelepon Amien Rais.








Isinya, sebagaimana nukilan bukunya; “Pada hari Kebangkitan Nasional itu, Amien Rais merencanakan people power mengepung Istana Negara. Namun people power itu tak jadi dilaksanakan antara lain karena adanya ancaman dari Kepala Staf Kostrad Mayjen Kivlan Zen. Kepala Staf Kostrad akan menangkap atau terjadi pertumpahan darah seperti peristiwa Tiananmen di Beijing tahun 1989.





Untuk menghadang gerak laju massa, aparat keamanan telah menyiapkan kawat berduri pada jalan-jalan masuk ke Monas. Aparat juga menempatkan tank yang siap menghalau massa serta tembakan peluru tajam seperti di Tiananmen.”





Mendengar gertakan yang serius ini, Amien nampaknya berpikir ulang. Melalui televisi dalam siaran khusus pukul 02.00 dinihari, Amien akhirnya membatalkan aksi People Power.





People Power pada tanggal 20 Mei 1998 memang gagal. Tapi ternyata 'hadiah' datang keesokan harinya. Tepat pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto, setelah melalui dinamika yang sangat cepat, menyatakan mundur sebagai Presiden Indonesia. Soeharto mengakhiri kekuasaan yang direngkuhnya sejak 32 tahun yang lalu. Indonesia pun memasuki era baru.





Kini, 16 tahun telah berlalu. Hari ini, 20 Mei 2014, aktor-aktor sejarah pada 20 Mei 1998 yang lampau muncul kembali. Siapa sangka, Amien Rais kini datang mengantarkan dan mendukung pencalonan Prabowo Subianto yang mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres bersama Hatta Radjasa ke KPU. Ah...waktu memang obat yang ampuh untuk luka, apalagi jika bercampur dengan kehendak politik. (*MI)




















Komentar

Postingan populer dari blog ini

FOTO: Begini Foto Hitam-Putih disulap ke Warna Asli

Penulis Kondang Spanyol: “Wajar Bangsa Yahudi Selalu Terusir”

FOTO-FOTO: Anjing Ajaib Ini Bisa Berdiri di Atas Tali