Dimintai agar lebih ‘British’, Muslim Serang Balik PM Inggris
Muslim Inggris menyebut PM David Cameron sedang berusaha mencampakan nilai-nilai Islam dari masyarakatnya yang tinggal di Inggris, dengan menyarankan pemeluk agama Rasulullah menjadi lebih British.
Talha Ahmad, ketua Komite Keanggotaan Muslim Council of Britain, mengatakan pernyataan PM Cameron berbahaya karena memperkuat mentalitas 'kita dan mereka'.
"Pemerintah Inggris seolah sedang membingkai perdebatan yang sedang hangat saat ini," ujar Ahmad. "Dalam pandangan saya, pernyataan PM Cameron tidak menangani masalah integrasi dan ekstremisme, tapi memberi santapan bagi radikalisme."
Dalam tulisannya di Daily Mail, PM Cameron menyarankan Muslim Inggris untuk lebih 'British'. Bagi orang-orang yang ingin tinggal di Inggris, tidak ada pilihan selain menerima hukum dan cara hidup Inggris.
Dalam artikel yang dipublikasikan Minggu (15/6) itu, PM Cameron juga menulis; Keyakinan dalam kebebasan, toleransi kepada orang lain, menerima tanggung jawab pribadi dan sosial, menghormati dan menjunjung tinggi supremasi hukum adalah penting, sepenting Union Jack, sepakbola, ikan dan kentang goreng."
Cameron menulis artikel ini jelang ulang tahun ke-800 Magna Charta, dokumen hukum yang membatasi kekuasaan monarki Inggris. Lewat Magna Charta, raja menjadi tunduk pada hukum.
Ebrahim Rasool, dubes Afrika Selatan untuk AS, mempertanyakan referensi PM Cameron mengaitkan desakan menjadi lebih British dengan Magna Charta.
"Saya tidak berpikir PM Cameron tidak mengerti 'Britishness' atau ke-Inggrisan dalam masyarakat multikultur," ujar Rasool. "Inggris saat ini adalah masyarakat yang sama sekali berbeda dengan saat Magna Charta dibuat."
Masyarakat Inggris tidak bisa lagi didefinisikan sebagai putih, Anglo-Saxon, berbahasa Inggris, makanan ikan dan kentang, dan pengunjung Gereja Anglikan, mengingat skala migrasi yang luar biasa.
"Siapa yang berani mengatakan; Wahai perdana menteri, kami setuju harus menjadi lebih 'British', tapi mari kita bahas definisi British hari ini," ujar Rasool.
Dr Sheikh Ramzy, direktur Oxford Islamic Information Center, mengatakan apakah menjadi Inggris identik dengan menerima tradisi minum alkohol dan boozing. "Yang terpenting adalah mengintegrasikan diri ke dalam masyarakat Inggris tanpa harus lalai menjaga agama yang kita anut," ujar Dr Ramzey.
Respon lebih besar terhadap pernyataan PM Cameron terlihat Minggu (15/6). MCB menggelar rapat umum di East London Mosque and London Muslim Centre. Shuja Shafi, sekjen MCB, memimpin pertemuan.
Pada pertemuan itu, anggota MCB mengajukan mosi yang disebut; kampanye aktif dan gencar untuk mengucilkan Muslim. Mosi berbunyi; "Kami tidak keberatan dengan nilai-nilai Inggris. Kami percaya dalam masyarakat yang toleran, Muslim lebih bebas dan setara. Kami ingin pendidikan yang sesungguhnya, dan tidak menganggap kami orang Inggris bersyarat.
Tanggapan terhadap pernyataan PM Cameron juga datang dari sekolah-sekolah yang menjadi 'korban' Operasi Kuda Troya -- operasi untuk mencegah pemaksaan norma-norma Islam di sekolah-sekolah di Birminham.
Lufita Begum, koordinator pendidikan di Islamic Relief Inggris, mengatakan Muslim Inggris menjunjung tinggi nilai-nilai yang disebut PM Cameron, dan membantah nilai-nilai itu tidak diajarkan di sekolah-sekolah Islam. Namun, lanjutnya, terjadi politisasi isu, yang membuat munculnya sikap miring terhadap Muslim.
"Ini membuat Muslim Inggris sulit bersikap moderat," ujar Begum. "Operasi Kuda Troya dibuat untuk mengasingkan sekolah-sekolah Islam."
Ahmad mengatakan ada histeria atas Operasi Kuda Troya. Pemerintah Inggris, lanjutnya, menciptakan lingkungan permusuhan terhadap Muslim lewat operasi ini.
"Ini jelas agenda politik neo-konservatif. Agenda politik yang menumbuhkan kebencian, prasangka, dan ketidak-tahuan tentang masyarakat Muslim," katanya. "Ini adalah cara konservatif menyudutkan Islam dan Muslim. Kita sedang diibliskan." (*inl)
Komentar
Posting Komentar