Krisis Ukraina Bakal Picu Perang Dunia ke-3 ?
Rusia tidak lagi identik dengan Uni Soviet. Rusia sudah bergabung dalam Kelompok Delapan (Group of Eight/G-8) bersama Amerika Serikat. Sesuatu yang tidak terjadi di era Uni Soviet.
Rusia dan Amerika Serikat juga sama-sama anggota APEC (Asia Pacific Economic Cooperation). Keduanya juga anggota Kelompok Duapuluh (Group of Twenty/G-20). Rusia juga tidak lagi berstatus negara komunis. Pemeluk agama, bebas melaksanakan ibadahnya.
Jika ini yang menjadi ukuran, antara Rusia dan Amerika Serikat tak akan ada permasalahan. Namun kenyataannya tidak demikian. Di APEC dan G-8, Rusia dan Amerika Serikat saling menyabot.
Pada KTT APEC 2013 di Vladivostok, Presiden Obama absen. Ketidakhadiran Obama di KTT Vladivostok sebagai balasan atas ketidak hadiran Presiden Vladimir Putin di KTT G-8 di Camp David pada tahun yang sama.
Dalam banyak hal sisa-sisa permusuhan Rusia dengan Amerika Serikat masih dilanjutkan atau berlanjut. Keputusan Rusia membentuk blok BRIC (Brazil, Rusia, India, China) di 2009 yang tujuan utamanya menghapus mata uang dolar Amerika Serikat sebagai alat tukar resmi di perdagangan internasional, merupakan bukti berlanjutnya permusuhan Rusia dan Amerika Serikat.
Pada 2011, BRIC berubah menjadi BRICS, setelah South Africa, Afrika Selatan bergabung. Bergabungnya Afrika Selatan membuat BRICS yang dimotori Rusia, bertambah kuat sebagai sebuah blok yang berseberangan dengan Amerika Serikat. Hal ini semakin menandai berlanjutnya konkurensi Rusia dan Amerika Serikat.
Begitu juga, keinginan Rusia untuk mengembosi badan dunia seperti IMF (International Monetary Fund - Dana Moneter Internasioal) dan World Bank (Bank Dunia). Dan yang hangat saat ini, keinginan Rusia menjadikan Ukraina sebagai salah satu blok ekonominya. Untuk tujuan itu Rusia menawarkan bantuan US$15 miliar bagi reformasi ekonomi Ukraina.
Sementara Amerika Serikat yang memiliki perjanjian militer Atlantik Utara (NATO/North Atlantic Treaty Organization) dengan sejumlah negara Eropa Barat, juga melakukan hal yang serupa. Jumlahnya jauh lebih kecil, hanya US$1 miliar. Tapi nilainya bisa bertambah besar dan bisa melebihi bantuan Rusia, apabila digabungkan dengan tawaran bantuan 28 negara anggota Uni Eropa.
Jadi untuk mendapatkan bantuan lebih besar, Amerika Serikat berharap Ukraina bergabung dengan Uni Eropa, sebuah pasar sekaligus komunitas global yang penduduknya mencapai 510 juta jiwa.
Bantuan berskala besar dari Rusia sangat beralasan. Karena di Krimea salah satu provinsi bagian Selatan Ukraina, Rusia masih menempatkan pangkalan militernya. Di Sevastopol, kota pelabuhan Laut Mati, Rusia menempatkan sejumlah kapal induknya termasuk kapal-kapal selam bertenaga nuklir.
Kehadiran pangkalan militer Rusia di Ukraina, walaupun tidak dipersoalkan secara terbuka, tetapi menjadi sebuah gangguan bagi Amerika Serikat. Terutama ketika sudah berbicara soal persaingan dalam persenjataan dan keunggulan teknologi dengan Rusia.
Amerika Serikat tak akan pernah merasa tenang dengan kehadiran pangkalan militer Rusia di Ukraina. Tetapi Washington juga tidak punya alasan kuat untuk mengusir. Karena Ukraina merupakan sebuah negara berdaulat.
Tapi munculnya krisis Ukraina dimana Rusia melakukan invasi ke negara tetangga itu bisa dijadikan alasan Amerika Serikat. Sama dengan yang dilakukan Amerika Serikat di Kuwait, ketika pasukan Saddan Husein, Irak menginvasi negeri liliput tersebut.
Oleh sebab itu kekhawatiran munculnya perang baru antara Rusia dan Amerika Serikat, masuk akal. Lokasinya, yah di Ukraina. Kalau itu terjadi, kawasan yang paling cepat terimbas, seluruh wilayah Eropa. Sekali sebuah perang meletus di Eropa. imbasnya akan ke seluruh dunia.
Umat manusia kembali berada dalam ancaman peperangan, perang dunia baru, sebuah perang dahsyat yang sejatinya - pada awal mula hanya dipicu oleh pertentangan elit politik.
Komentar
Posting Komentar