Jokowi Jadi Musuh Bersama
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) diberi mandat sebagai calon presiden (capres) oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Hal ini dinilai sangat mempengaruhi konstelasi politik Indonesia.
Jokowi dinilai ingkar janji dengan menerima pencalonan presiden oleh PDI Perjuangan. Padahal, ketika Pilkada DKI, Jokowi berjanji akan memimpin Jakarta hingga selesai jabatannya.
"Saya sudah memprediksi hal itu dalam berbagai analisa baru-baru ini yang tersebar di berbagai media asing," ujar pengamat politik dari Universitas Jayabaya Igor Dirgantara di Jakarta, ditulis Sabtu (15/3).
Igor mengatakan, pencapresan mantan Wali Kota Solo itu, merupakan pengingkaran terhadap janji kampanyenya pada Pilkada DKI Jakarta. Pada masa kampanye, kata Igor, Jokowi berjanji untuk menyelesaikan jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta sampai 2019.
"Pemimpin yang baik harus bisa berjanji dan menepati janjinya. Pemimpin yang buruk adalah yang tidak punya janji kepada publik, atau yang 'ingkar atas janjinya'," tegasnya.
Masyarakat, lanjut dia, harus bisa melihat permasalahan, keselarasan yang diucapkan Jokowi dengan kemauan untuk merealisasikannya. Apalagi segudang janji pernah digulirkan Jokowi saat membidik jabatan Gubernur DKI, seperti penanganan banjir, macet, dan sebagainya.
"Masyarakat harus lebih kritis terhadap Jokowi. Jika maju sebagai Capres 2014 nanti, apa lagi yang akan dijanjikannya? Jadi Gubernur aja meleset janjinya, bagaimana jadi Presiden," sindirnya.
Sementara menurut pengamat politik Universitas Andalas, Edi Indrizal, langkah yang diambil oleh Megawati itu sudah tepat. Menimbang, elektabilitas Jokowi yang terus meroket, disamping PDIP yang dinilai paling potensial dalam Pemilu 2014.
“Kalau dilihat hasil survei itu merupakan citra Jokowi sebenarnya. Jika ada yang beranggapan survei banyak dimainkan, saya kira itu tidak benar seluruhnya, karena survei itu kan waktunya berbeda-beda dan hasilnya pun semua hampir sama,” katanya di Padang, Jumat malam (14/3).
Terkait pendamping paling potensial untuk Jokowi, bagi Edi, itu semua belum bisa digambarkan. “Untuk siapa yang cocok menjadi pendampingnya, saat ini belum bisa digambarkan, karena Pileg saja belum mulai, apalagi Pilpres yang digelarnya sesudah Pileg selesai,” tuturnya.
Selain itu, Edi juga menyebut, pemberian mandat Jokowi sebagai capres PDIP bisa menimbulkan efek positif dan negatif.
“Positifnya, memperjelas kepada publik, karena beberapa bulan belakangan hal itu membuat publik bertanya-tanya, siapa yang digandangkan untuk jadi Capres PDIP,” katanya.
Sedangkan, efek negatifnya sendiri, disebut Edi, Jokowi bisa menjadi musuh bersama bagi para pesaingnya sesama Capres. “Pastinya, pencalonan Jokowi dapat berpengaruh besar terhadap Capres lainnya,” jelasnya.
Terkait kepemimpinan dua tahun Jokowi di DKI Jakarta merupakan salah satu kelemahannya nanti. Namun, disamping itu, banyak kalangan masyarakat yang mengaku kepemimpinannya sudah teruji.
“Tapi, semua itu diserahkan lagi kepada masyarakat, karena masyarakatlah yang akan menilainya sendiri,” katanya.
Sementara, pantaskah jika Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menggantikan Jokowi apabila dirinya terpilih menjadi Presiden, Edi menyebut bahwa semua itu tidak bisa dipatahkan (*ant/aktual)
Komentar
Posting Komentar