Asal Mula Nama ‘Bireuen’
Soekarno (jas putih) bersama Daud Beureu'eh (jas hitam) di Meuligoe Bireuen, 1945. |
Oleh A. Hadi Djuli (*
Kota Bireuen adalah ibu kota dari Kabupaten Bireuen. Letak kota ini yaitu pada jalur lintas trans sumatera, persisnya dipertigaan arah menuju Kabupaten Bener Meriah atau kota dingin Takengon.
Karena letaknya yang strategis, maka arus lalu lintas di “kota juang” selalu ramai dengan arus lalu lintas. Namun, tahukah Anda dari mana asal mula nama kota tersebut?
Sampai sekarang ini nama kota tersebut memang belum pernah dilakukan seminar, sehingga tentang asal mula nama kota itu berkembang beragam versi di masyarakat. Salah satunya, Bireuen disebut bermula dari kata “Bireweung”. Versi ini mengkaitkan dengan kunjungan Raja Aceh pada tempo dulu.
Sultan Iskandar Muda pada masa lalu pernah berkunjung ke daerah yang sekarang ini dikenal Bireuen. Kedatangan Raja Aceh disambut gembira oleh rakyat dengan berbondong-bondong turun ke kota untuk melihat penempilan raja dari dekat.
Rakyat yang datang dari empat penjuru wilayah itu setiba di kota mengambil posisi berdiri di kiri kanan sepanjang jalan yang akan dilintasi raja bersama rombongan dari Kuta Raja.
Begitu sultan tiba rakyat yang tadinya berdiri tertib di kiri kanan jalan bergerak berupaya mendekati sang raja untuk bersalaman, akibatnya raja pun kesulitan berjalan.
Pihak pengawal rombongan menyadari hal dimana raja telah dikerumini massa langsung bertindak menertib rakyat untuk tertib di kiri kanan jalan.”Bireuweung, bireuweung, bireuweung,” pinta pengawal kepada rakyat. Ucapan inilah yang kemudian berubah menjadi “Bireuen”.
Namun versi ini disangkal oleh salah seorang sesepuh setempat. Kepada KoranBireuen beliau mengatakan, asal mula kata Bireuen bukan dari Bireuweung, karena tidak lazim nama daerah dari ucapan seseorang. Umumnya, kata sumber itu, nama daerah di Aceh adalah dari kondisi alam.
Contoh, Gampong Cot Gapeuh, nama gampong ini adalah karena alam gampong itu berbukit dan pada bukit itu ada pohon gapeuh (kapuk), maka disebutlah Gampong Cot Gapeuh.
Begitu pula dengan Bireuen. Menurut sumber ini, kata itu berasal dari “Bineh Krueng”. Alasannya, di daerah ini dulunya pernah mengalir sungai yang di kenal Krueng Juli. Buktinya dapat dilihat dari jembatan “tutu meuria” dan palung sungai yang telah mengecil menjadi alur.
Dan gampong dipinggir sungai itu dulunya disebut Gampong Bineh Krueng, namun seterusnya ucapan itu bergeser menjadi Bireuen.
Hal itu seperti yang terjadi pada Blang Tupat yang sekarang sering disebut Batu Pahat, Pucok Aleu Rheng yang bergeser menjadi Cot Loreng, Samar Langa menjadi Samalanga. Sebagian wilayah Gampong Bireuen adalah kawasan Kota Bireuen, maka nama kota ini disebut Kota Bireuen.
Sedangkan Gampong Bireuen juga telah dimekarkan menjadi Bireuen Meunasah Reuleut, Bireuen Meunasah Blang, Bireuen Meunasah Capa, dan Bireuen Meunasah Teungku Di Gadong.
Selain dua persi itu, ada pula yang menyatakan Bireuen berasal dari bahasa gayo yaitu “Beren”. Ceritanya, pada zaman dahulu penduduk pedalaman gayo untuk memasar hasil pertanian dan untuk mendapatkan kebutuhan sehari hari mereka lakukan di kota Bireuen.
Sementara di dataran tinggi gayo pada masa itu belum ada kedai yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu sistim jual beli pun masih mengikuti cara barter, dimana barang ditukar dengan barang.
Orang orang dan saudagar dari gayo itu setiap hari pekan (sabtu) turun ke Bireuen untuk bertransaksi. Mereka menjual kerbau, hasil hutan, seperti rotan, dan hasil pertanian yang memang melimpah dari daerah berhawa sejuk. Tidak saja itu, warga gayo juga membeli kebutuhan mereka seperti kain, gula pasir, beras dan lainnya.
Transaksi di kota ini yang telah menggunakan alat tukar sah (bukan cara barter) terkagum-kagum warga gayo, apalagi bagi mereka yang baru pertama sekali datang ke Bireuen. Bagi yang pertama kali datang ke Bireuen oleh kawannya diingatkan dengan kalimat “disini ‘beren’ (bayar), tidak boleh tukar dengan barang”.
Ucapan ini kemudian berkembang dan sampai ke masyarakat luas di dataran tinggi gayo, sehingga ketika hendak ke Bireuen mereka menyebutnya “beren” dan lidah orang pesisir menyebutnya Bireuen. (*koranbireuen.com)
Komentar
Posting Komentar