Tak Rela Anggotanya Dihukum, Kapolres Bubarkan Eksekusi Cambuk
PULUHAN warga dan jamaah Masjid Subussalam Kota Sabang yang hendak menyaksikan hukuman cambuk, Kamis (23/5) siang kemarin, kaget dengan kedatangan sejumlah perwira polisi yang kemudian menghentikan eksekusi itu. Rombongan polisi ini lalu membawa pulang seorang polisi yang akan dicambuk karena terlibat kasus maisir jenis judi toto gelap (togel).
Gerombolan perwira polisi itu dipimpin langsung Wakapolres Sabang, Kompol Saiful B Lubis. Saat datang ke Masjid Agung, ia didampingi dua perwira dan lima petugas provost. Kedatangan perwira polisi ini menjelang pelaksanaan hukuman, sebelum shalat Zuhur.
Tiba di Masjid Agung Subussalam sebagai tempat pelaksanaan hukuman, Wakapolres langsung marah-marah di hadapan sejumlah warga. Di lokasi tersebut juga ada Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Kasatpol Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah, unsur Mahkamah Syar’iyah, dan jaksa dari Kejari Sabang, serta perwakilan Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh.
Perwira menengah itu terus-menerus mengeluarkan pernyataan bernada protes terhadap uqubat cambuk tersebut. Dengan lantang Wakapolres mengatakan hukuman cambuk tidak berlaku bagi polisi dan tentara, sebab polisi dan tentara punya aturan hukum tersendiri.
“Hukuman cambuk ini tidak berlaku bagi dia (polisi -red). Dia akan saya hukum sendiri dengan aturan polisi. Kalian tidak tahu polisi dan tentara. Polisi dan tentara itu punya hukum sendiri, kenapa seperti ini, buat malu saja,” teriak Wakapolres dikutip sumber dilokasi.
Sejumlah anggota provost langsung masuk ke ruangan, tempat oknum polisi yang akan dicambuk itu berada. Mereka lalu membawa pergi oknum polisi yang terjerat kasus judi togel tersebut. Semua pihak yang ada di lokasi hanya tercengang dan tak tahu harus berbuat apa.
Tuai Kecaman, Ulama dan Santri Mengutuk
Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM) Aceh, mengecam insiden pembubaran eksekusi cambuk oleh Wakapolres Sabang, Kamis 23 Mei 2013.
“Kita (ulama) sangat menyesalkan tindakan oknum Wakapolres Sabang yang mempertontonkan sikap arogan di hadapan rakyat. Tindakan oknum perwira polisi tersebut bisa berdampak buruk terhadap institusi kepolisian di Aceh, karena melindungi oknum anggota polisi sudah terbukti secara hukum melakukan tindakan judi,” kata Ketua Harian PC Persatuan Dayah Inshafuddin Abdya, Tgk TR Kamaluddin kepada Serambi di Blangpidie, Sabtu (25/5).
Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Pos Aceh, mendesak Kompolnas RI untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. “Terdapat indikasi kuat bahwa telah terjadi pelanggaran kode etik yang dilakukan oknum anggota Polri yang melibatkan unsur pimpinan dan anggota di jajaran Polresta Sabang terhadap pembangkangan hukumnya sendiri,” tulis Direktur Eksekutif PAHAM Pos Aceh, Basri Effendi SH.
Kapolres dan Wakapolres Sabang telah melakukan pembohongan publik dengan menyatakan bahwa anggota Polri yang terlibat maisir tidak dapat dihukum dengan hukuman cambuk. “Jelas pernyataan ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap konstitusi, UU Polri, dan pembangkangan terhadap Peraturan Kapolri sebagai instrumen internal di jajaran Kepolisian RI,” ujarnya.
Sementara Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Aceh, Faisal Qasim mendesak Kapolda Aceh mencopot Wakapolres Sabang karena telah merusak dan melecehkan syariat Islam di Aceh.
“Mendesak kepada semua elemen aparat penegak syariat Islam di Aceh untuk menegakkan syariat Islam kepada siapapun, termasuk kepada aparat kepolisian maupun penegak hukum lainnya. Jangan sampai terkesan syariat Islam hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” demikian antara lain bunyi siaran pers KAMMI Aceh dilansir serambi.
Ikatan Penulis Santri Aceh (IPSA) meminta kepada setiap muslim dari kalangan manapun untuk taat hukum syariat Islam yang berlaku di Aceh dan menerima proses hukum sesuai qanun yang berlaku.
“Kami meminta Dinas Syariat Islam diberikan wewenang penuh untuk menjalankan proses hukum syariat kepada setiap muslim,” tulis Ketua IPSA, Tgk Muhammad Zikri.
Aktivis Rabithah Taliban Aceh (RTA) dan IPSA, Tgk T Zulkhairi menyatakan, “polisi harus bersedia memberikan contoh teladan dalam proses penegakan syariat Islam. Jika tidak syariat Islam akan terus terbangun dengan image yang tidak adil. Itu akan menjadi tekanan terus menerus bagi aktivis Islam yang mendukung syariat Islam di Aceh. Padahal kami juga ingin hukum syariat menyentuh siapapun yang melanggar.”
Pernyataan bernada prihatin dan mengecam juga disampaikan Pengurus Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh.
“Kami menolak setiap tindakan arogansi dan kesewenang-wenangan hukum yang dilakukan oleh siapapun dan dalam bentuk apapun di bumi Aceh, apa lagi oleh penegak hukum sendiri yang notabenanya sebagai pengayom hukum dan contoh hukum bagi masyarakat,”
Polda Aceh: Wakapolres Sabang Terancam Sanksi
Kepolisian Daerah Aceh (Polda) menyikapi tegas tindakan Wakil Kepala Kepolisian Resort Kota (Wakapolres) Sabang, Kompol Saiful B Lubis yang menghalangi hukuman cambuk terhadap seorang personel polisi karena melanggar syariat.
Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Aceh, Brigadir Jenderal M Husein Hamidi mengatakan pihaknya telah menegur yang bersangkutan dan meminta agar proses hukuman cambuk kepada anggota polisi tersebut dikoordinasikan kembali.
“Sudah kita tegur dan kita arahkan. Kita harap kasus seperti ini tak terulang lagi,” tegas M Husein kepada wartawan saat pelantikan anggota KIP Aceh yang baru terpilih di Aula Serbaguna Setda Aceh, Jumat (24/4).
Pihaknya menyesalkan tindakan Wakapolres Sabang yang menyetop prosesi cambuk kepada salah satu anak buahnya. Dia menyebutkan pihak kepolisian tidak pernah melindungi siapapun personel di jajaran Polda Aceh yang melanggar hukum.
“Komitmen polisi jelas. Kita tidak melindungi siapapun anggota yang bersalah,” tegasnya. Saat didesak wartawan, apakah Polda akan memberi sanksi kepada Wakapolres Sabang atas tindakannya itu.
Menurutnya, pihak Polda mendorong agar personel polisi yang gagal menjalani hukuman cambuk itu agar kembali dilakukan proses hukum terhadap yang bersangkutan. Sebaliknya, M Husein menegaskan, polisi tidak memiliki hukum sendiri, melainkan juga tunduk pada hukum yang berlaku kepada masyarakat sipil, termasuk hukum cambuk yang diberlakukan di Aceh.
“Jadi bukan karena anggota Polri (lalu) kita punya hukum sendiri, tidak seperti itu,” ujarnya. “Kita tidak melindungi anggota yang salah. Kalau ada anggota yang mau dicambuk, dia harus menerima hukumannya,” tambah Wakapolda.
(*/sumber:Serambi)
Komentar
Posting Komentar