Lagi, Muslim Myanmar Jadi Korban Amuk Ekstrimis Buddha






Pemandangan mengerikan berlangsung lagi di Myanmar! Ratusan orang yang diliputi kemarahan, menggunakan senjata dengan bersepeda motor, melaju di jalanan berdebu tanpa ada yang menghentikan mereka.





Mereka berteriak-teriak keras, menggenggam parang, pipa besi, bambu panjang, dan mengacung-acungkan tinju berulang kali ke udara.





Obyek kemarahan mereka: komunitas Muslim minoritas di Myanmar.





Warga setempat yang dilalui massa Buddha itu banyak yang pergi menjuahi. Para pemilik usaha yang khawatir meminta pelanggannya untuk beranjak pergi, kemudian menutup pintu, atau bergegas masuk ke dalam. Tiga tentara bersenjata hanya menyaksikan dengan tenang, tanpa bisa melakukan apa-apa, meskipun peraturan pemerintah darurat melarang adanya kelompok lebih dari lima orang.





Dalam beberapa jam pada hari Rabu (29/05/2013) itu, dilaporkan AP dan dilansir The Washington Post, setidaknya satu orang telah tewas dan empat terluka atas peristiwa di kota yang berada di timur laut Myanmar. Ini menjadi peristiwa terbaru atas negara yang sedang dilanda kerusuhan anti-Muslim.





Setelah hujan deras tadi malam, pusat kota Lashio Kamis (30/05/2013) pagi kembali tenang. Tentara memblokir jalan-jalan tempat banyak toko Muslim dibakar. Pada salah satu sudut, masih terlihat sisa-sisa bangunan yang masih membara. Warga Muslim memilah-milah puing-puing yang masih bisa diselamatkan. Seorang wanita yang melarikan diri dari massa sehari sebelumnya, masih dalam keadaan shock.





"Hal-hal ini seharusnya tidak terjadi," kata wanita itu, Aye Tin, warga Muslim. "Sebagian besar Muslim tinggal di jalanan. Mereka takut akan diserang atau dibunuh jika mereka pergi ke luar."





Kekerasan yang sudah dimulai Selasa (28/05/2013) di kota timur laut dari Lashio itu, menimbulkan keraguan baru, apakah pemerintah Presiden Thein Sein bisa atau akan melakukan tindakan terhadap peristiwa yang mengandung SARA tersebut, yang keretakan di negeri itu berusaha disatukan setelah lebih dari setengah abad di bawah kekuasaan militer. Muslim telah menjadi korban utama kekerasan, sejak dimulai di negara bagian Rakhine barat tahun lalu. Tapi sejauh ini sebagian besar tuntutan pidana hanya ditujukan pada Muslim, bukan penduduk mayoritas Buddha.





Kerusuhan di Lashio dimulai Selasa, setelah dikabarkan seorang pria Muslim memercikkan bensin pada seorang wanita Buddha dan membakarnya. Pria itu ditangkap. Wanita itu dirawat di rumah sakit dengan luka bakar di dadanya, punggung dan tangan.





Massa membalas dendam dengan membakar beberapa toko Muslim dan salah satu masjid utama di kota, bersama dengan panti asuhan Islam yang terbakar hangus. Hanya dua dinding masih berdiri, kata Min Thein, warga setempat dihubungi melalui telepon.





Pada hari Rabu api masih membara di masjid yang hancur itu, dan selusin sepeda motor hangus tergeletak di trotoar di bawah menara putih. Pasukan tentara berjaga-jaga. Angin membawa bau tajam beberapa kendaraan yang terbakar. Sebagian besar warga Muslim bersembunyi di rumah mereka.





Satu kelompok orang juga mendatangi bioskop yang dimiliki seorang Muslim, di kawasan vila yang luas. Lantas mereka melempari batu ke gerbang, dan menghancurkan jendela. Mereka kemudian mengobrak-abrik bioskop.





Ma Wal, seorang Buddha dan pemilik toko berusia 48 tahun Buddha, mengatakan, dia melihat kerumunan tiba. Orang-orang itu membawa pisau dan batu, dan datang dalam dua gelombang terpisah.





"Aku tidak bisa melihat," katanya, menceritakan. Dia telah menahan kayu pada pintu tokonya. "Kami sangat ketakutan."





Polisi mengatakan, sembilan orang ditangkap karena keterlibatannya dalam dua hari kekerasan, tetapi tidak mengatakan, apakah mereka Budha atau Muslim.





Setelah malam tiba, pihak berwenang mengeluarkan instruksi pada pengeras suara di seluruh kota, mengingatkan warga atas jam malam, mulai senja hingga fajar. Pihak berwenang juga mengatakan: "Anda dilarang membawa tongkat atau pedang atau jenis senjata."





Bulan ini, pihak berwenang di dua wilayah Rakhine mengumumkan peraturan yang membatasi keluarga muslim memiliki lebih dua anak. Kebijakan ini menimbulkan kritik tajam dari para pemimpin Muslim dan kelompok hak asasi, serta pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi.





Jurubicara Deplu AS Patrick Ventrell pada Selasa mengatakan, AS menentang kebijakan pembatasan kelahiran dan meminta Myanmar "untuk menghilangkan semua kebijakan tersebut tanpa penundaan."





Muslim mencapai sekitar 4 persen dari sekitar 60 juta penduduk Myanmar. Sentimen anti-Muslim terkait erat dengan nasionalisme dan agama Budha yang dominan, sehingga pemimpin agama mereka enggan untuk berbicara terhadap minoritas yang dipandang tidak populer tersebut.





Presiden Thein Sein telah banyak dikritik karena tidak berbuat cukup banyak untuk melindungi Muslim. Dia berjanji pekan lalu saat kunjungan ke AS bahwa semua pelaku kekerasan sektarian akan dibawa ke pengadilan.*



(*/ap/hidayatullah)







Like → Tweet :










Join → Follow :











Komentar

Postingan populer dari blog ini

FOTO: Begini Foto Hitam-Putih disulap ke Warna Asli

Penulis Kondang Spanyol: “Wajar Bangsa Yahudi Selalu Terusir”

FOTO-FOTO: Anjing Ajaib Ini Bisa Berdiri di Atas Tali